Powered by Blogger.

Menghindari wanita yang sedang haid

Posted by Islamic And Arabic Center

اعتزال النساء في الحيض

Hukum pertama
Apa yang harus di hindari dari wanita dikala sedang haid??

 
    Dalam masalah ini para ulama terbagi dalam beberapa pendapat berikut
1.    Pendapat pertama menegaskan untuk Menjauh total dari wanita yang sedang haid, sesuai dengan firman Allah
 { فاعتزلوا النسآء فِي المحيض }

2.    Sedangkan menurut madzhab Hanafiy dan Malikiy, berdasarkan riwayat dari Maymunah
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يباشر نساءه فوق الإزار وهنّ حيّض »
Menguatkan bahwa yang harus di jauhi adalah  daerah diantara lutut dan pusar wanita yang sedang haid.

3.    Pendapat yang ketiga menurut madzhaab Syafiiy, hal yang harus dihindari dari wanita yang haid adalah kemaluannya saja, mengingat riwayat yang berasal dari masruq
سألت عائشة ما يحل للرجل من امرأته إذا كانت حائضاً؟ قالت : كلّ شيء إلاّ الجماع
dalam riwayat lain, yang juga berasal dari riwayat masruq mengatakan
ما للرجل من امرأته وهي حائض؟ قالت : له كل شيء إلا فرجها       

Kesimpulan:
    Dari beberapa pendapat diataas , kita dapat menyimpulkan bahwa pendapat kedualah yang lebih unggul seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Jarir, dengan alasan seandainya mendekati wanita haid di daerah antara pusardan lutut dibolehkan, kemungkinan besar hal tersebut akan mengarah  pada hal-hal yang dilarang, seperti yang ditegaskan dalam riwayat Sayyidah Aisyah, bahwa jika ada dua pendapat yang bertentangan, yang satu membolehkan dan yang satu melarang, maka yang unggul adalah pendapat yang melarang.

Hukum kedua
Sanksi menggauli wanita yang sedang haid

Para ulama  sepakat mengharamkan menggauli wanita yang sedang haid, namun dalam hal sanksinya, mereka terbagi dalam beberapa pendapat berikut:
Jumhur ulama dari dari golongan Syafiiy, Malikiy, dan Hanafiy berpendapat, cukup bertaubat dengan sungguh-sungguh saja, sedangkan madzhab hambaliy berpendapat bahwa sanksinya adalah bersedakah satu atau setengah dinar, berdasarkan riwyat dari Ibnu Abbas
عن النبي صلى الله عليه وسلم في الذي يأتي امرأته وهي حائض قال : يتصدق بدينار أو بنصف دينار

Pendapat ketiga berasal dari golongan ulam ahadits yang mengatakan jika mengumpuli wanita dikala watu darah haid masih mengalir, maka ikenakan sanksi satu dinar, sedangkan jika diakhir waktu haid, pada saat darah berhenti mengaliar, maka cukup setengah dinar saja.


Hukum ketiga
Batasan waktu dalam haid
Ada tiga pendapat dalam masalah ini, yaitu:

1.pendapat madzhab syafiiy dan Hambaliy, menegaskan bahwa waktu haid paling sedikit setidaknaaya sehari semlam, dengan batasan maksimal lima belas hari.

2.sedangakan abu hanifah dan ats-tsaury berpendapat, batas minimal haaid yaitu 3 hari, sedangkan batas maksimalnya yaitu sepuluh hari

3.menurut pendapat yang masyhur dalam golongan malikiyyah, tidak ada batas maksimal dan minimal dalam haid, semua tergantung dari adat kebiasaan yang dimiliki.

Hukum keempat
Waktu diperbolehkannya mengumpuli  wanita

Alquran menegaskan وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حتى يَطْهُرْنَ , para ulama berbeda pandangan dalam menafsirkan ayat ini, menyangkut apa maksud dari kata يَطْهُرْنَ menjadi beberepa kelompok:

1.    Imam hanafiy berpendapat bahwa batasan kata يَطْهُرْنَ batasan kapankah seorang suami diperbolehkan mengumpuli itrinya, yaitu sampai berhentinya darah haid mengalir, meskipun si isteri belum mandi wajib, hal ini diperbolehkan jika darah berhenti setelah mencapai hari kesepuluh, adapun jika berhenti pada hari sebelumnya, maka harus mandi wajib terlebih dahulu atau menunggu sampai tibanya waktu shalat.

2.    Sedangkan jumhr ulama dari golongan ketiga madzhab lainnya berpendapat, sampai si isteri berhenti dari haidnya dan mandi wajib seperti layaknya orang junub.

3.    Pendapat ketiga dikemukakan oleh thawus dan mujahid, keduanya berpendapat bahwa cukup hanya dengan membasuh kemaluan dan berwudhu saja.

Adapun yang mennyebabakan trjadinya ikhtilaf, yaitu perbedangan pandangan tentang firman Allah
وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حتى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ الله

Ada dua kata seakar, namun memiliki makna berbeda, pertama yaitu kata يَطْهُرْنَ , dan تَطَهَّرْنَ,  Dalam bahasa arab, kata يَطْهُرْنَ  adalah bentuk awal dari akar kata tersebut yang bermakna suci, dengan maksud berhentinya haid dari wanita, sedangkan kata kedua yaitu تَطَهَّرْنَ, memiliki makna muthawa’ah yaitu bersuci yang berarti melakukan perbuatan bersuci.
Oleh karena itu, abu hanifah menafsirkan kedua kata tersebut dengan makna berhentinya darah haid mengalir.
Adapun jumhur ulama dari golongan ketiga madzhab lainnya, menafsirkannya dengan makna bersuci atau mandi wajib layaknya orang junub.

Kesimpulan:
    Adapun pendapat yang lebih kuat terkait penafsiran ayat tersebut, adalah pendapat ulama jumhur, mengingat firamn Allah
إِنَّ الله يُحِبُّ التوابين وَيُحِبُّ المتطهرين

Hukum kelima
Hal-hal yang dilarang bagi wanita haid
 
Para ulama sepakat, bahwa wanita yang sedang haid diharamkan untuk mendirikan shalat, melakukan thawaf, puasa, masuk mesjid, memefgang dan membawa alquran, dan tidak diperbolehkan digauli, seperti yang sudah dimaklumi dalam berbagai referensi fiqih dan dalil-dalil naqlinya.

Related Post



Post a Comment