Seseorang yang baru masuk Islam, kadang menghadapi proses yang sulit
dan membingungkan. Para mualaf ini tak jarang harus menghadapi reaksi
keras dari pihak keluarga atau menemui kesulitan untuk sekedar menemukan
toko terdekat yang menjual daging halal.
Untuk membantu para mualaf baru ini melewati masa transisi, Muslim di Wales membuat proyek yang disebut New Muslim Project Wales (NMPW). Proyek ini juga menawarkan kelas-kelas pendidikan agama Islam, menggelar kegiatan sosial dan sistem pertemanan atau pendampingan bagi para mualaf baru.
Proyek ini digagas oleh Richard Fairclough, yang setelah masuk Islam bernama Abdul Rahman bersama sesama mualaf lainnya. Abdul Rahman, 57, membuat inisiatif ini berdasarkan kegiatan serupa yang dilakukan oleh New Muslim Project di wilayah Inggris Raya.
NMPW berusaha mendata para mualaf-mualaf baru di seluruh Wales dan dari data tersebut, terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah mualaf dalam jangka waktu yang cukup cepat. “Saya tidak ingin main-main dengan jumlah angka … tapi saya tercengang ketika memperbaharui database ternyata terjadi peningkatan jumlah mualaf yang cukup cepat,” kata Abdul Rahman seperti dikutip WalesOnline.
Menjadi Seorang Muslim
Abdul Rahman sendiri, sebelum masuk Islam adalah seorang Kristiani yang aktif dan taat. Suatu ketika ia pindah ke Afrika Selatan dan mendengar adzan. Ia sangat terkesan mendengar panggilan salat itu dan mulai tertarik untuk mengetahui lebih dalam figur Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
“Saya tiba disana (Capetown, ibukota Afrika Selatan) pada tahun 1992, tak berapa lama setelah sistem apartheid di negeri itu dihapus. Saya sering melihat sekelompok Muslim kulit hitam disana … dan saya perhatikan setiap hari Jumat, banyak toko milik Muslim tutup dan mereka melakukan kegiatan ibadah,” kisah Abdul Rahman mengenang pengalamannya saat di Afrika Selatan.
Ia melanjutkan ceritanya,”Di lingkungan saya, ada tiga atau empat masjid. Saya sering mendengar adzan, dan kedengarannya indah sekali … lalu saya mendengar kisah tentang Nabi Muhammad dan saya tertarik untuk mengetahuinya lebih jauh.”
“Saya punya kepercayaan dan keyakinan sebagai seorang Kristiani, tapi yang temukan dalam Islam tenyata lebih simpel dan tidak bertele-tele,” ujar Abdul Rahman.
Abdul Rahman mengucapkan dua kalimat syahadat pada tahun 2002 ketika ia kembali ke Wales. Pengalamannya menjalani kehidupan baru sebagai seorang Muslim, menjadi bekal baginya untuk membantu para mualaf baru yang menghadapi masalah dengan keluarganya.
Abdul Rahman mengatakan, bahwa seseorang yang baru masuk Islam juga harus meninggalkan kebiasaan hidupnya yang lama, yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, misalnya berhenti minum-minuman beralkohol. Itu artinya orang bersangkutan juga akan mengalami perubahan dalam kebiasaan sosialnya bahkan mungkin harus mencari teman baru.
“Sebagai Muslim, saya tidak minum minuman beralkohol karena Allah melarangnya seperti yang disebutkan dalam al-Quran. Itu artinya saya harus menjaga jarak dengan semua teman-teman yang dulu biasa pergi minum-minum dengan saya,” kata Abdul Rahman.
Ia menambahkan, “Sebagai mualaf, seseorang harus bisa menghadapi reaksi negatif, misalnya dari media massa yang kerap menggambarkan umat Islam sebagai teroris, yang dengan segala keyakinannya menjadi seorang yang fanatik, menginterpretasikan segala sesuatunya dengan negatif dan mungkin mengatasnamakan agama untuk membenarkan perbuatannya.”
“Tapi itu semua tidak selalu benar, karena mayoritas umat Islam tidak seperti itu,” sambung Abdul Rahman.
Ia menekankan, bahwa proyek bimbingan untuk para mualaf baru yang dikelolanya hanya untuk para mualaf yang usianya sudah dewas dan memutuskan masuk Islam atas keinginannya sendiri. Para mualaf baru yang bergabung dengan proyek ini mendapatkan paket berisi sajadah, al-quran dan buku biografi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Para anggotanya juga bisa ikut serta dalam layanan milis agar bisa menjalin komunikasi dengan para mualaf lainnya.
“Kami tidak sedang membuat orang pindah agama. Mereka adalah orang-orang dewasa yang membuat keputusannya sendiri dan mereka ingin tahu dimana letak masjid terdekat, dimana mereka bisa beli daging halal dan pakaian apa yang selayaknya mereka pakai,” tukas Abdul Rahman.
“Kami tidak berkeliling dari pintu-pintu. Seorang Muslim akan mengetuk pintu rumah Anda, hanya untuk menawarkan bantuan,” ujarnya.
Meski prioritas utamanya adalah para mualaf, proyek yang digagas Abdul Rahman juga membuka pintu untuk mereka yang terlahir sebagai Muslim dan ingin belajar lebih dalam tentang agama Islam, atau mereka yang selama ini merasa tersesat dan ingin kembali ke jalan yang lurus.
Sumber : Eramuslim
Untuk membantu para mualaf baru ini melewati masa transisi, Muslim di Wales membuat proyek yang disebut New Muslim Project Wales (NMPW). Proyek ini juga menawarkan kelas-kelas pendidikan agama Islam, menggelar kegiatan sosial dan sistem pertemanan atau pendampingan bagi para mualaf baru.
Proyek ini digagas oleh Richard Fairclough, yang setelah masuk Islam bernama Abdul Rahman bersama sesama mualaf lainnya. Abdul Rahman, 57, membuat inisiatif ini berdasarkan kegiatan serupa yang dilakukan oleh New Muslim Project di wilayah Inggris Raya.
NMPW berusaha mendata para mualaf-mualaf baru di seluruh Wales dan dari data tersebut, terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah mualaf dalam jangka waktu yang cukup cepat. “Saya tidak ingin main-main dengan jumlah angka … tapi saya tercengang ketika memperbaharui database ternyata terjadi peningkatan jumlah mualaf yang cukup cepat,” kata Abdul Rahman seperti dikutip WalesOnline.
Menjadi Seorang Muslim
Abdul Rahman sendiri, sebelum masuk Islam adalah seorang Kristiani yang aktif dan taat. Suatu ketika ia pindah ke Afrika Selatan dan mendengar adzan. Ia sangat terkesan mendengar panggilan salat itu dan mulai tertarik untuk mengetahui lebih dalam figur Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
“Saya tiba disana (Capetown, ibukota Afrika Selatan) pada tahun 1992, tak berapa lama setelah sistem apartheid di negeri itu dihapus. Saya sering melihat sekelompok Muslim kulit hitam disana … dan saya perhatikan setiap hari Jumat, banyak toko milik Muslim tutup dan mereka melakukan kegiatan ibadah,” kisah Abdul Rahman mengenang pengalamannya saat di Afrika Selatan.
Ia melanjutkan ceritanya,”Di lingkungan saya, ada tiga atau empat masjid. Saya sering mendengar adzan, dan kedengarannya indah sekali … lalu saya mendengar kisah tentang Nabi Muhammad dan saya tertarik untuk mengetahuinya lebih jauh.”
“Saya punya kepercayaan dan keyakinan sebagai seorang Kristiani, tapi yang temukan dalam Islam tenyata lebih simpel dan tidak bertele-tele,” ujar Abdul Rahman.
Abdul Rahman mengucapkan dua kalimat syahadat pada tahun 2002 ketika ia kembali ke Wales. Pengalamannya menjalani kehidupan baru sebagai seorang Muslim, menjadi bekal baginya untuk membantu para mualaf baru yang menghadapi masalah dengan keluarganya.
Abdul Rahman mengatakan, bahwa seseorang yang baru masuk Islam juga harus meninggalkan kebiasaan hidupnya yang lama, yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, misalnya berhenti minum-minuman beralkohol. Itu artinya orang bersangkutan juga akan mengalami perubahan dalam kebiasaan sosialnya bahkan mungkin harus mencari teman baru.
“Sebagai Muslim, saya tidak minum minuman beralkohol karena Allah melarangnya seperti yang disebutkan dalam al-Quran. Itu artinya saya harus menjaga jarak dengan semua teman-teman yang dulu biasa pergi minum-minum dengan saya,” kata Abdul Rahman.
Ia menambahkan, “Sebagai mualaf, seseorang harus bisa menghadapi reaksi negatif, misalnya dari media massa yang kerap menggambarkan umat Islam sebagai teroris, yang dengan segala keyakinannya menjadi seorang yang fanatik, menginterpretasikan segala sesuatunya dengan negatif dan mungkin mengatasnamakan agama untuk membenarkan perbuatannya.”
“Tapi itu semua tidak selalu benar, karena mayoritas umat Islam tidak seperti itu,” sambung Abdul Rahman.
Ia menekankan, bahwa proyek bimbingan untuk para mualaf baru yang dikelolanya hanya untuk para mualaf yang usianya sudah dewas dan memutuskan masuk Islam atas keinginannya sendiri. Para mualaf baru yang bergabung dengan proyek ini mendapatkan paket berisi sajadah, al-quran dan buku biografi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Para anggotanya juga bisa ikut serta dalam layanan milis agar bisa menjalin komunikasi dengan para mualaf lainnya.
“Kami tidak sedang membuat orang pindah agama. Mereka adalah orang-orang dewasa yang membuat keputusannya sendiri dan mereka ingin tahu dimana letak masjid terdekat, dimana mereka bisa beli daging halal dan pakaian apa yang selayaknya mereka pakai,” tukas Abdul Rahman.
“Kami tidak berkeliling dari pintu-pintu. Seorang Muslim akan mengetuk pintu rumah Anda, hanya untuk menawarkan bantuan,” ujarnya.
Meski prioritas utamanya adalah para mualaf, proyek yang digagas Abdul Rahman juga membuka pintu untuk mereka yang terlahir sebagai Muslim dan ingin belajar lebih dalam tentang agama Islam, atau mereka yang selama ini merasa tersesat dan ingin kembali ke jalan yang lurus.
Sumber : Eramuslim
Post a Comment