Tak pernah terlintas di benak Raphael NarBaez, pria berkebangsaan
Amerika Serikat untuk mempelajari dan bahkan memeluk Islam. Betapa
tidak. Dalam dirinya telah tertanam sebuah keyakinan bahwa semua agama, selain yang diyakininya, adalah buruk.
Hingga suatu hari, ia tak lagi meyakini kebenaran agama yang
dipeluknya. Narbaez pun memutuskan untuk meninggalkan agamanya. Ia lalu
mempelajarinya ulang, dan bahkan sempat tak memeluk agama apapun,
setelah itu.
Ia merasa beruntung memiliki satu keyakinan yang
tersisa di hatinya. ‘’Aku yakin Tuhan itu ada,’’ ujarnya. Keyakinan itu
membawanya pada agama yang Islam, agama yang diyakininya paling benar.
"Aku yakin, Allah telah merencanakan semua ini bahkan sebelum aku dilahirkan,’’ ungkapnya.
Raphael Narbaez adalah pria kelahiran Texas, California, yang segera
dibaptis sebagai seorang Katolik, tak lama setelah terlahir ke muka
bumi. Maklum saja, ia berasal dari keluarga Katolik yang taat.
Narbaez tumbuh di Lubbock, wilayah Texas yang memiliki banyak gereja dan
dihuni komunitas kuat Kristen. Lingkungan tersebut membawanya menjadi
seorang ‘saksi Yehuwa’ (Tuhan orang Yahudi).
'Saksi Yehuwa'
adalah sebuah denominasi umat Kristen pemulih kepercayaan milenialisme,
di luar ajaran utama Kristen dan tidak meyakini adanyaa trinitas.
Suatu hari, kata Narbaez, pintu rumahnya diketuk oleh beberapa orang.
Mereka mengadakan pengajian Bibel di rumah. Setelah pengajian itu, ia
dan keluarganya juga mendatangi gereja para 'saksi Yehuwa’. Mereka
menghadiri sejumlah pertemuan dan bergabung dengan jamaah kebaktian
mereka. Mereka pun menjadi bagian dari para saksi Yehuwa.
Narbaez pun dengan penuh semangat mengkaji Bible. Semakin dalam mengkaji
dan mendalami Bibel, ia dihadapkan pada sebuah ironi mengenai kitab
sucinya itu.
"Siapapun yang familiar dengan naskah tersebut
tahu persis bahwa Bibel telah banyak tercemar di sepanjang sejarah.
Namun di sisi lain, aku selalu merasa bahwa Bibel yang asli benar-benar
berasal dari Tuhan," katanya. Umat Kristen lainnya pun, kata dia,
memuaskan diri dengan pemikiran yang sama, bahwa Bibel yang asli hebat
dan logis.
Narbaez mulai belajar lebih banyak dan mendalam
Bibel, hingga ia dibaptis sebagai saksi Yehuwa saat memasuki usia 13
tahun. Semenjak itu, ia seperti mendapat suntikan semangat untuk berbuat
lebih banyak 'pekerjaan Tuhan.'
"Sesuatu yang tidak biasa
terjadi. Aku diakui dan diberkati untuk menjadi pembicara dalam
acara-acara kebaktian. Dan aku mulai berbicara di depan jamaat berjumlah
besar," paparnya.
Bahkan, ia baru berusia 20 tahun saat
memiliki jamaat kebaktian sendiri, dan ia semakin mendalami ajaran
tentang 'saksi-saksi Yehuwa. Lalu, setelah melewati banyak kebaktian,
doa, dan duka, Narbaez meninggalkan agamanya dan tidak mencoba untuk
kembali.
Yang terjadi kemudian, katanya, ia tak dapat berpindah
ke agama baru apapun. "Sebagai 'saksi Yehuwa,' aku diajari bahwa semua
agama tidak baik, bahwa hanya para 'saksi Yehuwa' yang mampu membawaku
pada penerimaan terhadap Tuhan," katanya.
Dengan penuh
kesadaran, Narbaez tak lagi mempercayai semua ajaran 'Saksi-saksi
Yehuwa,' juga ajaran agama lainnya. Jadilah ia seseorang tanpa agama.
"Untungnya, aku bukan seorang tanpa Tuhan. Aku masih mempercayai adanya Tuhan yang menciptakan seisi semesta," katanya.
Ia lalu memutuskan untuk kembali ke gereja, tempat di mana ajarannya
berasal. "Aku dilahirkan sebagai seorang Katolik dan menjadi seorang
'saksi Yehuwa' sepanjang hidupku, aku kembali ke sana untuk menemukan
sesuatu yang mungkin saja telah kulewatkan," katanya.
Tiga
bulan lamanya Narbaez menghanyutkan diri dalam doa-doa, kebaktian dan
juga misa. Namun, semua itu tidak mengubah keadaan yang dialaminya.
"Sama sekali tidak menarik pikiranku, tidak juga hatiku," ujarnya.
Hingga pada satu hari, ia berkesempatan bertemu dengan seorang Muslimah
yang selalu tampak gembira dan ramah. "Aku memperhatikannya dan
tertarik dengan kepribadiannya. Ia memberitahuku banyak hal tentang
Islam."
Setelah itu, tak sedikitpun terbersit niat dalam
benaknya untuk memeluk Islam. "Aku hanya berpikir tentang sebuah
keinginan menjadi umat Kristen yang baik, dan aku yakin dengan cara
Tuhan menjadikanku seorang Kristen taat."
Narbaez pun kembali
mendalami Bibel. Ia melakukannya berjam-jam, terutama saat malam. Ia
membaca seluruh isi kitab Perjanjian Baru, dan melahap Perjanjian Lama;
Genesis (Permulaan), Deutoronomy (Ulangan), Exodus (Kepergian).
Lalu ketika ia mencapai bagian tentang Prophets (Nabi-nabi), Narbaez
tiba-tiba ingin mengistirahatkan matanya sambil berpikir tentang
pertemuannya dengan Muslimah yang memberitahunya tentang Islam, tentang
menjadi seorang Muslim, tentang Alquran, dan tentang Allah Subhanahu Wa
Ta'ala.
"Lalu aku berkata, 'Baiklah, aku adalah orang dengan
pikiran terbuka sekarang. Aku akan mencari tahu tentang itu, bukan
sebagai seorang saksi Yehuwa'," tuturnya.
Mula-mula ia berpikir
tentang jumlah Muslim dunia yang mencapai 1,2 miliar. Lalu Narbaez
berpikir bahwa ternyata setan tak terlalu hebat untuk bisa memperdaya
1,2 miliar umat Islam, dan ia pun mulai membaca Alquran untuk mencari
jawabannya.
Raphael menuntaskan bacaannya, dan mulai menemukan
jawaban lebih dari yang diharapkannya. "Segala sesuatunya menjadi jelas.
Bahkan, aku bisa memahami Bibel-ku setelah membaca Alquran," tegasnya.
Dan Narbaez menyimpulkannya sebagai cara Tuhan menjadikannya seorang
umat Kristen yang baik.
"Tuhan mengajariku lewat Alquran."
Raphael terus membaca Alquran. Menurutnya, isinya lebih mudah dan lebih
ringkas daripada kitab yang sering dibacanya. "Aku mulai meninggalkan
Bibel yang pernah kuyakini sebagai perkataan Tuhan."
Bersamaan
dengan itu, Narbaez memiliki keinginan untuk menemui orang-orang Islam
pemilik kitab suci tersebut. Ia memilih masjid sebagai tempat yang tepat
untuk bertemu mereka, untuk memeriksa kebenaran informasi yang pernah
dikatakan oleh wanita Muslim yang pernah ditemuinya.
Dengan
menggunakan mobil, Narbaez mendatangi sebuah masjid di California bagian
selatan. "Perutku menegang, rasanya seperti ketika kita diharuskan
melakukan sesuatu sedangkan kita tidak menginginkannya," katanya.
Sambil berputar beberapa kali melewati masjid, ia kemudian mencari-cari
alasan untuk membatalkan niatnya memasuki masjid tersebut. Ia
mendapatkan sebuah alasan. Area parkir masjid tersebut penuh.
‘’Aku akan berputar sekali lagi. Jika tidak ada mobil yang keluar dari halaman masjid, aku akan pulang."
"Allah Maha Berkehendak," ujarnya.
Ia menceritakan, saat melintas di depan masjid untuk terakhir kalinya,
sebuah mobil keluar. Ial menjadi jauh lebih cemas dari sebelumnya. Namun
ia menepati janjinya.
Narbaez menghampiri sekelompok orang
yang berbaur di dalam masjid usai shalat berjamaah, saat beberapa di
antara mereka menyambutnya sambil mengucap salam. Seseorang yang
menyadari bahwa Narbaez adalah orang baru di sana, menggandengnya,
mengajaknya berkeliling masjid, dan mengajarinya berwudhu.
Ia
terkesima sekaligus takjub. "Aku suka cara mereka (Muslim) menyucikan
diri, dan semua amalan yang mereka lakukan," ujarnya. Ia kagum dengan
gerakan ruku dan sujud, yang dimaknainya sebagai ekspresi makhluk yang
tidak berdaya di hadapan Tuhan.
Dalam hatinya muncul keinginan
yang kuat untuk berdoa dengan cara yang dilakukan Muslim. "Saya merasa
seperti pulang kembali ke rumah setelah lama bepergian." Raphael mantap
berislam tak lama setelah itu.
Kemantapan hatinya itu, kata
Raphael, bermuara pada Alquran dan hadis. "Apabila telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama
Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat," ujar Raphael mengutip surah favoritnya, an-Nasr.
"Siapapun
yang familiar dengan naskah tersebut tahu persis bahwa Bibel telah
banyak tercemar di sepanjang sejarah. Namun di sisi lain, aku selalu
merasa bahwa Bibel yang asli benar-benar berasal dari Tuhan," katanya.
Umat Kristen lainnya pun, kata dia, memuaskan diri dengan pemikiran yang
sama, bahwa Bibel yang asli hebat dan logis.
Narbaez mulai
belajar lebih banyak dan mendalam Bibel, hingga ia dibaptis sebagai
saksi Yehuwa saat memasuki usia 13 tahun. Semenjak itu, ia seperti
mendapat suntikan semangat untuk berbuat lebih banyak 'pekerjaan Tuhan.'
"Sesuatu yang tidak biasa terjadi. Aku diakui dan diberkati untuk
menjadi pembicara dalam acara-acara kebaktian. Dan aku mulai berbicara
di depan jamaat berjumlah besar," paparnya.
Bahkan, ia baru
berusia 20 tahun saat memiliki jamaat kebaktian sendiri, dan ia semakin
mendalami ajaran tentang 'saksi-saksi Yehuwa. Lalu, setelah melewati
banyak kebaktian, doa, dan duka, Narbaez meninggalkan agamanya dan tidak
mencoba untuk kembali.
Yang terjadi kemudian, katanya, ia tak
dapat berpindah ke agama baru apapun. "Sebagai 'saksi Yehuwa,' aku
diajari bahwa semua agama tidak baik, bahwa hanya para 'saksi Yehuwa'
yang mampu membawaku pada penerimaan terhadap Tuhan," katanya.
Dengan penuh kesadaran, Narbaez tak lagi mempercayai semua ajaran
'Saksi-saksi Yehuwa,' juga ajaran agama lainnya. Jadilah ia seseorang
tanpa agama.
"Untungnya, aku bukan seorang tanpa Tuhan. Aku masih mempercayai adanya Tuhan yang menciptakan seisi semesta," katanya.
Ia lalu memutuskan untuk kembali ke gereja, tempat di mana ajarannya
berasal. "Aku dilahirkan sebagai seorang Katolik dan menjadi seorang
'saksi Yehuwa' sepanjang hidupku, aku kembali ke sana untuk menemukan
sesuatu yang mungkin saja telah kulewatkan," katanya.
Tiga
bulan lamanya Narbaez menghanyutkan diri dalam doa-doa, kebaktian dan
juga misa. Namun, semua itu tidak mengubah keadaan yang dialaminya.
"Sama sekali tidak menarik pikiranku, tidak juga hatiku," ujarnya.
Hingga pada satu hari, ia berkesempatan bertemu dengan seorang Muslimah
yang selalu tampak gembira dan ramah. "Aku memperhatikannya dan
tertarik dengan kepribadiannya. Ia memberitahuku banyak hal tentang
Islam."
Setelah itu, tak sedikitpun terbersit niat dalam
benaknya untuk memeluk Islam. "Aku hanya berpikir tentang sebuah
keinginan menjadi umat Kristen yang baik, dan aku yakin dengan cara
Tuhan menjadikanku seorang Kristen taat."
Narbaez pun kembali
mendalami Bibel. Ia melakukannya berjam-jam, terutama saat malam. Ia
membaca seluruh isi kitab Perjanjian Baru, dan melahap Perjanjian Lama;
Genesis (Permulaan), Deutoronomy (Ulangan), Exodus (Kepergian).
Lalu ketika ia mencapai bagian tentang Prophets (Nabi-nabi), Narbaez
tiba-tiba ingin mengistirahatkan matanya sambil berpikir tentang
pertemuannya dengan Muslimah yang memberitahunya tentang Islam, tentang
menjadi seorang Muslim, tentang Alquran, dan tentang Allah Subhanahu Wa
Ta'ala.
"Lalu aku berkata, 'Baiklah, aku adalah orang dengan
pikiran terbuka sekarang. Aku akan mencari tahu tentang itu, bukan
sebagai seorang saksi Yehuwa'," tuturnya.
Mula-mula ia berpikir
tentang jumlah Muslim dunia yang mencapai 1,2 miliar. Lalu Narbaez
berpikir bahwa ternyata setan tak terlalu hebat untuk bisa memperdaya
1,2 miliar umat Islam, dan ia pun mulai membaca Alquran untuk mencari
jawabannya.
Raphael menuntaskan bacaannya, dan mulai menemukan
jawaban lebih dari yang diharapkannya. "Segala sesuatunya menjadi jelas.
Bahkan, aku bisa memahami Bibel-ku setelah membaca Alquran," tegasnya.
Dan Narbaez menyimpulkannya sebagai cara Tuhan menjadikannya seorang
umat Kristen yang baik.
"Tuhan mengajariku lewat Alquran."
Sumber : Republika